Halaman

Jumat, 01 Juli 2011

Hidrothermal, Sistem Hidrothermal dan Alterasi


Hidrothermal adalah larutan sisa magma yang bersifat "aqueous" sebagai hasil differensiasi magma. Hidrothermal ini kaya akan logam-logam yang relative  ringan, dan merupakan sumber terbesar (90%) dari proses pembentukan endapan. Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal dua macam endapan hidrothermal, yaitu :

v  cavity filing, mengisi lubang-lubang (opening-opening) yang sudah ada di dalam batuan.
v  metasomatisme, mengganti unsur-unsur yang telah ada dalam batuan dengan unsur-unsur baru dari larutan hidrothermal.
Sistem hidrotermal didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° - >500°C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervariasi di bawah permukaan bumi. Sistem ini mengandung dua komponen utama, yaitu sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil dan cenderung menyesuaikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru, yang dikenal sebagai alterasi (ubahan) hidrotermal. Endapan mineral hidrotermal dapat terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), mentranspor, dan mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan fisik maupun kimiawi (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004).
Alterasi merupakan perubahan komposisi mineralogi batuan (dalam keadaan padat) karena adanya pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dan tidak dalam kondisi isokimia menghasilkan mineral lempung, kuarsa, oksida atau sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder, berbeda dengan metamorfisme yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan pada struktur tertentu yang memungkinkan masuknya air meteorik (meteoric water) untuk dapat mengubah komposisi mineralogi batuan.

Alterasi Hidrotermal
Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan dinding), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan (mineral alterasi), maupun fluida itu sendiri (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004).
Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding (Pirajno, 1992).
Alterasi hidrotermal akan bergantung pada :
1.    Karakter batuan dinding.
2.    Karakter fluida (Eh, pH).
3.    Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung (Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004).
4.    Konsentrasi.
5.    Lama aktivitas hidrotermal (Browne, 1991, dalam Sutarto, 2004).
Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996, dalam Sutarto, 2004). Henley dan Ellis (1983, dalam Sutarto, 2004), mempercayai bahwa alterasi hidrotermal pada sistem epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan, tempertatur, dan komposisi fluida.
Batuan dinding (wall rock/country rock) adalah batuan di sekitar intrusi yang melingkupi urat, umumnya mengalami alterasi hidrotermal. Derajat dan lamanya proses alterasi akan menyebabkan perbedaan intensitas alterasi dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas pembentukan). Stabilitas mineral primer yang mengalami alterasi sering membentuk pola alterasi (style of alteration) pada batuan (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004). Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral assemblage) (Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004). Setiap himpunan mineral akan mencerminkan tipe alterasi (type of alteration). Satu mineral dengan mineral tertentu seringkali dijumpai bersama (asosiasi mineral), walaupun mempunyai tingkat stabilitas pembentukan yang berbeda, sebagai contoh klorit sering berasosiasi dengan piroksen atau biotit. Area yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral yang hadir dapat disatukan sebagai satu zona alterasi. Host rock adalah batuan yang mengandung endapan bijih atau suatu batuan yang dapat dilewati larutan, di mana suatu endapan bijih terbentuk. Intrusi maupun batuan dinding dapat bertindak sebagai host rock

Reaksi – Reaksi Pada Proses Alterasi
Reaksi – reaksi yang berperan penting didalam proses alterasi (reaksi kimia antara batuan dengan fluida) adalah :
v  Hidrolisis
Merupakan proses pembentukan mineral baru akibat terjadinya reaksi kimia antara mineral tertentu dengan ion H+, contohnya :
3 KalSiO3 O8 + H2O(aq) Kal3Si3O10 (OH)2 + 6SiO2 + 2K
K - Feldspar Muscovite (Sericite) Kuarsa
v  Hidrasi
Merupakan proses pembentukan mineral baru dengan adanya penambahan molekul H2O. Dehidrasi adalah sebaliknya. Reaksi Hidrasi :
2 Mg2SiO4+ 2H2O + 2 H+ Mg3 Si2O5 (OH)4 + Mg2+
Olivine Serpentinite
Reaksi dehidrasi :
Al2Si2O5(OH)4 + 2 SiO2 Al2Si4O10 (OH)4 + Mg2+
Kaolinit Kuarsa Pyrophilite
v  Metasomatisme alkali – alkali tanah
Contoh:
2CaCO3 + Mg2+ CaMg (CO3)2 + Ca2+
Calcite Dolomite
v  Dekarbonisasi reaksi kimia yang menghasilkan silika dan§ oksida, Contoh :
CaMg(CO3)2 + 2 SiO2 (CaMg)SiO2 + 2 CO2
Dolomite Kuarsa Dioside
v  Silisifikasi
Merupakan proses penambahan atau produksi kuarsa polimorfnya, contohnya:
2 CaCO3 + SiO2 + 4 H- 2Ca2- + 2 CO2 + SiO2 + 2 H2O
Calcite Kuarsa
v  Silisikasi
Merupakan proses konversi atau penggantian mineral silikat, contohnya:
CaCO3 + SiO2 CaSiO3 + CO2
Calcite Kuarsa Wollastonite

 Tipe Alterasi (Type of Alteration)
Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi hidrotermal pada endapan tembaga porfir menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970, dalam Sutarto, 2004) membuat model alterasi-mineralisasi juga pada endapan bijih porfir, menambahkan istilah zona filik untuk himpunan mineral kuarsa, serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit. Adapun delapan macam tipe alterasi antara lain :
a.       Propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot, illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang mempunyai permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004), terdapat empat kecenderungan himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik, yaitu :
Ø  Klorit-kalsit-kaolinit.
Ø  Klorit-kalsit-talk.
Ø  Klorit-epidot-kalsit.
Ø  Klorit-epidot.
b.      Argilik
Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu muskovot-kaolinit-monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit. Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100°-300°C (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004), fluida asam-netral, dan salinitas rendah.
c.       Potasik
Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu sistem hidrotermal dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari beberapa ratus meter. Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite. Pembentukkan biotit sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun pyroksen.
Dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit, dan titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk. Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang panas (>300°C), salinitas tinggi, dan dengan karakter magamatik yang kuat.
Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama piroksin, hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksin terlihat jelas mineral piroksin tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit. Pembentukkan mineral klorit ini karena reaksi antara mineral piroksin dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk klorit, feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit.
Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur pottasium pada proses metasomatis dan disertai dengan banyak atau sediktnya unsur kalsium dan sodium didalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan klorit, aktinolite, dan garnet kadang dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral – mineral sulfida yang terdiri atas pyrite maupun kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif sama.
Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet yang dijumpai pada zona potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau rekristalisasi yang terjadi pada batuan induk ataupun adanya intervensi daripada larutan magma sisa (larutan hidrotermal) melalui pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada rekahan batuan. Berikut ini ciri – ciri salah satu contoh mineral ubahan pada zona potasik yaitu Actinolite
Ø  Sifat Fisik
Sifat fisik dari mineral ini ditunjukkan dengan warna hijau sampai hijau kehitaman, Hal ini dikarenakan komposisi kimia yang terkandung pada mineral ini, densitas pada mineral ini sebesar 3.03 – 3.24 g/cm3 kekerasan mineral ini adalah 5 – 6 skala mohs, dengan cerat berwarna agak putih terang,  kilap mineral ini termasuk kilap kaca sampai sutera, Karena komposisi serta tekstur dan sistem mineral pada mineral maka mineral ini dapat ditembus oleh cahaya hal itu sejalan dengan partikel paretikel pembentuk mineral ini yang mudah dilalui oleh cahaya, Relief permukaan sedang/lembut.
Sesuai dengan lingkungan pembentukanya yaitu pada daerah metamorfosa dan terbentuk di dalam sekis kristalin dimana temperatur suhu sangat berpengaruh dalam pembentukan mineral ini, maka mineral ini banyak ditemukan berasosiasi dengan mineral magnetit dan hematit.
Ø  Sifat Kimia
Komposisi kimia yang penting Ca, H, Mg, O, Si, merupakan salah satu mineral anggota Amphibole, rumus kimia Ca2(Mg, Fe2+)5(Si8O22)(OH)2.
Ø  Sifat Optik
Sistem kristal monoklin, kelas kristal prismatic, kembaran berbentuk parallel, optik (α = 14.56-1.63, β= 1.61-1.65, γ = 1.63-1.66).
d.      Filik
Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pyrite yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Kadang mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada temperatur sedang-tinggi (230°-400°C), fluida asam-netral, salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat.
 Dominasi endapan dalam bentuk veinlet dibandingkan dengan endapan yang berbentuk hamburan kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya pengaruh metasomatik yang lebih mengarah ke proses hidrotermal. Hal ini disebabkan karena zona ini semakin menjauh dari pusat intrusi serta berkurangnya kedalaman sehingga interaksi membesar dan juga diakibatkan oleh banyaknya rekahan pada batuan sehingga larutan dengan mudah mengisinya dan mengkristal pada rekahan tersebut, mineralisasi yang intensif dijumpai pada vein kuarsa adalah logam sulfida berupa pirit, kalkopirit dan galena. Berikut ini ciri – ciri salah satu contoh mineral ubahan pada zona potasik yaitu Serisit
Ø  Sifat Fisik
Tidak berwarna – putih; kekerasan 5.5 – 6 skala mohs; kilap kaca; dapat ditembus oleh cahaya; pecahan conchoidal; cerat putih. Umumnya berasosiasi dengan mineral kuarsa, muskovit, dan mineral-mineral bijih seperti pirit, kalkopirit,galena, dan lainya. Rumus kimia Ca[Al2Si4O12].2H2O.
Ø  Sifat Optik
Sistem kristal monoclinic dengan kelas kristal prismatic, surface relief sedang, optic nα = 1.498 nγ = 1.502.
e.       Propilitik dalam (inner propilitik)
Menurut Hedenquist dan Linndqvist (1985, , dalam Sutarto, 2004), zona alterasi pada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati netral) ummnya menunjukkan zona alterasi seperti pada sistem porfir, tetapi menambahkan istilah inner propylitic untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi (>300°C), yang dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.
f.       Argilik lanjut (advanced argilic)
Sedangkan untuk sistem epitermasl sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat), ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral pirofilit+diaspor±andalusit±kuarsa±turmalin±enargit-luzonit (untuk temperatur tinggi, 250°-350°C), atau himpunan mineral kaolinit+alunit±kalsedon±kuarsa±pirit (untuk temperatur rendah, <180°).
g.      Skarn
Alterasi ini terbentuk akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan kandungan mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral klorit,tremolit – aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal. Garnet-piroksen-karbonat adalah kumpulan yang paling umum dijumpai pada batuan induk karbonat yang orisinil (Taylor, 1996, dalam Sutarto, 2004). Amfibol umumnya hadir pada skarn sebagai mineral tahap akhir yang menutupi mineral-mineral tahap awal. Aktinolit (CaFe) dan tremolit (CaMg) adalah mineral amfibol yang paling umum hadir pada skarn. Jenis piroksen yang sering hadir adalah diopsid (CaMg) dan hedenbergit (CaFe).
Alterasi skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan temperatur tinggi (sekitar 300°-700°C). Proses pembentukkan skarn akibat urutan kejadian Isokimia – metasomatisme – retrogradasi. Dijelaskan sebagai berikut :
·         Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan samping, prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping yang karbonat. Proses ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan tekstur host rocknya (sifat konduktif).
·         Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan samping yang karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan – bukaan yang dilewati larutan magma.
·         Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar pada batuan samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga air tanah turun dan bercampur dengan larutan.
Berikut ini ciri – ciri salah satu contoh mineral ubahan pada zona potasik yaitu Kalsit
Ø  Sifat Fisik
Secara megaskopis mineral ini berwarna putih, kuning,dan merah; kekerasan 3 skala mohs; cerat putih; pecahan uneven/irrengular ; densitas 2.711 g/cm3; belahan 1 arah; kilap kaca, dapat ditembus oleh cahaya.
Ø  Sifat Kimia.
Komposisi kimia yang penting C, Ca, O; merupakan anggota dari Calcite grup mineral; mengandung unsur karbonat; rumus kimia CaCO3. Mineral ini kaya terhadap kandungan kalsium sehingga dalam proses pelarutan dengan mineral asam ia sangat cepat beraksi.
Ø  Sifat Optik.
Sistem kristal trigonal, termasuk dalam kelas hexagonal scalenohedral, optik nω = 1.640 – 1.660 nε = 1.486.
Ø  Lingkungan Pembentukan.
Terbentuk di laut, sebagai nodul dalam batuan sedimen, selain itu juga bisa terbentuk pada urat-urat hydrothermal sebagai mineral gang di dalam berbagai batuan beku. Umumnya berasosiasi dengan mineral magnetit, hematit.
h.      Greisen
Himpunan mineral pada greisen adalah kuarsa-muskovit (atau lipidolit) dengan sejumlah mineral asesori seperti topas, turmalin, dan florit yang dibentuk oleh alterasi metasomatik post-magmatik granit (Best, 1982, Stempork, 1987, dalam Sutarto, 2004).
i.        Silisifikasi
Merupakan salah satu tipe alterasi hidrotermal yang paling umum dijumpai dan merupakan tipe terbaik. Bentuk yang paling umum dari silika adalah (E-quartz, atau β-quartz, rendah quartz, temperatur tinggi, atau tinggi kandungan kuarsanya (>573°C), tridimit, kristobalit, opal, kalsedon. Bentuk yang paling umum adalah quartz rendah, kristobalit, dan tridimit kebanyakan ditemukan di batuan volkanik. Tridimit terutama umum sebagai produk devitrivikasi gelas volkanik, terbentuk bersama alkali felspar.
Selama proses hidrotermal, silika mungkin didatangkan dari cairan yang bersirkulasi, atau mungkin ditinggalkan di belakang dalam bentuk silika residual setelah melepaskan (leaching) dari dasar. Solubilitas silika mengalami peningkatan sesuai dengan temperatur dan tekanan, dan jika larutan mengalami ekspansi adiabatik, silika mengalami presipitasi, sehingga di daerah bertekanan rendah siap mengalami pengendapan (Pirajno, 1992).
j.        Serpertinisasi
Batuan yang telah ada beruabah menjadi serperite yang mineral utamanya adalah Cripiolite disamping ada juga mineral – mineral lain. Batuan  semuala biasanya batuan basa ( andesitte ) yang berubah karena proses hidrotermal maka batuan basa ini berubah menjadi serpertisasi. Misal : Geruilite di sulawesi dari kalimantan  diubah menjadi serpentinisasi. Serpentinisasi bisa pula akibat dari pada Weathering, tetapi daerah yang teralterasi relatif terbatas kecil.

Permasalahannya, seringkali kita mendapati dalam satu contoh batuan ditemukan beberapa mineral dari dua tipe atau lebih. Prosedur yang baik untuk tahap awal observasi batuan tersebut di atas adalah menulis semua mineral yang tampak sebagai himpunan mineral. Apabila dalam satu batuan dijumpai mineral-mineral klorit, kuarsa, kalsit, dan kaolinit, maka disebut sebagai himpunan mineral klorit-kuarsa-kalsit-kaolinit (Sutarto, 2004).

Pola Alterasi (Style of Alteration)
Kuantitas alterasi pada batuan disebabkan oleh derajat dan lamanya proses alterasi. Terdapat tiga jenis pola alterasi (Sutarto, 2004), yaitu :
a.      Pervasive
Yaitu penggantian seluruh atau sebagian besar mineral pembentuk batuan. Semua mineral primer pembentuk batuan telah mengalami alterasi, walaupun intensitasnya berbeda.
b.      Selectively pervasive
Proses alterasi hanya terjadi pada mineral-mineral tertentu pada batuan. Misalnya klorit pada andesit hanya mengganti piroksen saja, sedangkan plagioklas tidak ada yang terubah sama sekali.
c.       Non-pervasive
Hanya bagian tertentu dari keseluruhan batuan yang mengalami alterasi hidrotermal.

Proporsi Mineral Alterasi
Proporsi satu mineral alterasi tertentu dalam batuan digolongkan sebgai berikut (Sutarto, 2004) :
Jarang (rare)                         :  <1%
Sedikit (minor)                     :  1-5%
Sedang (moderate)               :  5-10%
Banyak (major)                    :  10-50%
Melimpah (predominant)     :  >50%

Derajat Alterasi (Rank of Alteration)
Derajat alterasi terkait dengan tingginya temperatur pada saat proses alterasi berlangsung. Derajat temperatur dicirikan oleh mineral-mineral indeks temperatur tertentu. Sebagai contoh adalah sikuen pada mineral-mineral kalsium aluminium silikat.
Temperatur (T)   120   Mordenit (NaCaAlSi)    
                           210  Laumonit (NaAlSiO)
                           250  Wairakit   (CaAlSi)

                           300  Epidot      (Ca (Al,Fe) Si)
                                   Garnet      (CaAlSi)

Intensitas Alterasi
a.         Tidak terubah (unaltered)        :  tidak ada mineral sekunder
b.        Lemah (weak)                          :  mineral sekunder <25% volume batuan
c.         Sedang (moderate)                  :  mineral sekunder 25-75% volume batuan
d.        Kuat (strong)                           :  mineral sekunder >75% volume batuan
e.          Intens (intense)                   :  seluruh mineral primer terubah (kecuali kuarsa, zirkon, dan apatit), tetapi tekstur primernya masih terlihat
f.         Total (total)                            :  seluruh mineral primer terubah (kecuali kuarsa, zirkon, dan apatit), serta tekstur primer sudah tidak tampak lagi

Ukuran Mineral
Penggolongan ukuran mineral seperti yang digunakan pada batuan beku (Morrison, 1997) :
Sangat halus (very fine)     :  <0,05 mm
Halus (fine)                        :  0,05 – 1 mm
Sedang (medium)              :  1 – 5 mm
Kasar (coarse)                   :  5 – 30 mm
Sangat kasar (very coarse):  >30 mm

 Alterasi yang Terjadi Pada fase Hidrothermal
Setiap tipe endapan hidrothermal selalu membawa mineral-mineral yang tertentu (spesifik), berikut altersi yang  ditimbulkan barbagai macam batuan dinding. Tetapi minera-mineral seperti pirit (FeS2), kuarsa (SiO2), kalkopirit (CuFeS2), florida-florida hampir selalu terdapat dalam ke tiga tipe endapan hidrothermal. Sedangkan alterasi yang ditimbulkan untuk setiap tipe endapan pada berbagai batuan dinding dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.  Alterasi-alterasi yang terjadi pada fase hidrothermal
Keadaan
Batuan dinding
Hasil alterasi
Epithermal
Batuan gamping
Lava


Batuan beku intrusi

Silisifikasi
Alunit, clorit, pirit, beberapa sericit, mineral-mineral lempung
Klorit, epidot, kalsit, kwarsa, serisit, mineral-mineral lempung
Mesothermal
Batuan gamping
Serpih, lava

Batuan beku asam

Batuan beku basa
Silisifikasi
Selisifikasi, mineral-mineral lempung
Sebagian besar serisit, kwarsa, beberapa mineral lempung
Serpentin, epidot dan klorit
Hypothermal
Batuan granit, sekis lava
Greissen, topaz, mika putih, tourmalin, piroksen, amphibole.
              
Paragenesis endapan hipothermal dan mineral gangue adalah : emas (Au), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), kalkopirit (CuFeS2), arsenopirit (FeAsS), pirrotit (FeS), galena (PbS), pentlandit (NiS), wolframit : Fe (Mn)WO4, Scheelit (CaWO4), kasiterit (SnO2), Mo-sulfida (MoS2), Ni-Co sulfida, nikkelit (NiAs), spalerit (ZnS), dengan mineral-mineral gangue antara lain : topaz, feldspar-feldspar, kuarsa, tourmalin, silikat-silikat, karbonat-karbonat
Sedangkan paragenesis endapan mesothermal dan mineral gangue adalah : stanite (Sn, Cu) sulfida, sulfida-sulfida : spalerit, enargit (Cu3AsS4), Cu sulfida, Sb sulfida, stibnit (Sb2S3), tetrahedrit (Cu,Fe)12Sb4S13, bornit (Cu2S), galena (PbS), dan kalkopirit (CuFeS2), dengan mineral-mineral ganguenya : kabonat-karbonat, kuarsa, dan pirit.
Paragenesis endapan ephitermal dan mineral ganguenya adalah : native cooper (Cu), argentit (AgS), golongan Ag-Pb kompleks sulfida, markasit (FeS2), pirit (FeS2), cinabar (HgS), realgar (AsS), antimonit (Sb2S3), stannit (CuFeSn), dengan mineral-mineral ganguenya : kalsedon (SiO2), Mg karbonat-karbonat, rhodokrosit (MnCO3), barit (BaSO4), zeolit (Al-silikat)
Batas – batas peralihan antara batuan – batuan yang terbentuk pada kondisi hypotermal ; mesotermal dan epitermal tidak begitu terlihat, serupa bisa diberikan dengan membandingkan kandungan – kandungan mineralnya pada endapan hypotermal, mesotermal dan epitermal, karena ada mineral yang khas terdapat pada kondisi yang tertentu.
Disamping itu ada juga mineral – mineral yang kita dapat pada semua kondisi (hypotermal , mesotermal dan epitermal). Misal : mineral Pirite, Chalcopirite dan kwarsa yang bisa terbentuk pada hampir semua temperatur dari juga hampir semua batuan memungkinkan terdapatnya mineral tersebut.
Secara umum alterasi hidrotermal akan membentuk satu “ Aureole “ “ hale “ terhadap tubuh bijih hidrotermal ataupun “ Channelwey “ termineralisasi yang pada umumnya dapat diindentifikasi secaara megaskopis di lapangan dan dipetakan menjadi beberapa zone – subzone berdasarkan asosiasi minerral khusus.



4 komentar: