Halaman

Selasa, 12 Juli 2011

PROFIL Prof. Dr. John Ario Katili


John Ario Katili atau lebih kita kenal dengan sebutan J.A. Katili lahir di Gorontalo pada tanggal 9 Juni 1929. Beliau dikenal sebagai salah satu putra terbaik bangsa yang memiliki kemampuan lebih, mulai  dari seorang saintis di bidang geologi, pendidik, birokrat, politisi, serta diplomat sekaligus. Bahkan Katili juga dikenal pernah mendalami ilmu-ilmu sastra bersama para pakarnya seperti HB Jassin,   Idroes dan AOH Kartahadimaja. Lulus SMA, meninggalkan Gorontalo beliau memilih Faculteit van Wis en Natuurkunde Universiteit van Indonesia (FIPIA) yang kemudian menjadi bagian dari Institut Teknologi Bandung (ITB), yang boleh dibilang saat itu sangat tidak populer dibandingkan dengan fakultas lain yang menghasilkan gelar seperti insinyur, dokter, atau sarjana hukum. Memilih geologi bagi beliau bukan tanpa alasan. Geologi, berperan sebagai wahana pengkajian dan pemanfaatan sumberdaya alam, yakni mineral, energi, air serta penerapan perekayasaan lingkungan hidup dan mitigasi bencana alam. "Geologi juga disebut sebagai pemersatu berbagai jenis ilmu pengetahuan, yakni untuk mempelajari bumi, jenis batuan, sifat kimia dan fisika," tegasnya. 

Tekadnya untuk merantau meninggalkan daerah kelahirannya Gorontalo ke Bandung adalah untuk menuntut ilmu, karenanya dia bertekad akan memanfaatkan waktu yang ada  untuk belajar, belajar dan belajar. Benar saja, karena kepandaiannnya,  beliau menjadi murid kesayangan Prof Dr Theodorus Henricus Franciscus Klompe, pakar geologi tapi dianggap 'killer'. Bahkan, saking 'cintanya'   kepada beliau, Klompe sempat 'mewasiatkan' 7 peti buku-buku bacaannya kepada Katili. Dari perkenalan dengan Klompe itulah 'kepakaran' seorang Katili dimulai. Dia menamatkan studinya pada tanggal 9 November 1956, tidak lama dia pun langsung melanjutkan studi ke Inssbruck Austria selama setahun atas biaya Rotary Foundation yang merupakan usulan Klompe. 

Singkat cerita pada tahun  1959, diusia yang relatif muda yakni 30 tahun, beliau merampungkan studi doktoralnya di ITB   Bandung. Katili dinyatakan sebagai doktor geologi pertama ITB dengan disertasi berjudul  'Investigators on the Lassi Granite Mass Central Sumatera' dan mendapat predikat cumlaude. Setahun kemudian, putra ke-8 pasangan Abdullah Umar Katili dan Tjimbau Lamato ini langsung  
'diresmikan' menjadi guru besar ITB dengan menambah satu gelar di depan namanya, 'profesor' pada 
tahun 1961.


Prof. Dr. John Ario Katili adalah satu di antara tiga ilmuwan, bersama Prof. Roosseno dan Prof. Baiquni menerima Bintang Mahaputra pada tahun 1984. Ini menandakan besarnya perhatian dan minat pemerintah terhadap perkembangan ilmu di Indonesia. Karier John Ario Katili sebagai geolog dimulai begitu ia menamatkan Fakultas Ilmu Pasti & Alam UI (kini Institut Teknologi Bandung, ITB) di Bandung pada tahun 1956. Memulai sebagai Ketua Bagian Geologi pada almamaternya, John sempat menjadi Pembantu Rektor pada ITB tahun 1960. Tahun berikutnya ia ditarik ke Departemen Pertambangan, sampai menjabat Dirjen Pertambangan Umum (1973-1984), dan terakhir, Dirjen Geologi & Sumber Daya Mineral (1984-1989).
John Ario Katili mengemukakan bahwa dalam Pelita IV, sumber daya mineral nonmigas mendapat perhatian utama pemerintah dalam upaya melepaskan diri dari ketergantungan pada ekspor migas. Belajar dari pengalaman meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat pada tanggal 5 April 1982 silam, pria kelahiran Gorontalo tanggal 9 Juni 1929 ini mengingatkan bahwa banyak kota di Indonesia yang ”rawan gempa”. Ia menyebut Banda Aceh, Padang, Bukittinggi, sejumlah kota di pantai barat Jawa, kemudian Palu, Ambon, Sorong, dan Biak. Geolog yang pernah mendalami ilmunya di Universita Innsbruck, Austria ini menyarankan sebaiknya masyarakat setempat tidak mendirikan bangunan bertingkat.
Di samping menjadi anggota berbagai organisasi profesional di luar negeri, John ario Katili pernah ditunjuk NASA sebagai penyelidik utama satelit Erts-A di Indonesia. Ia telah menulis sekitar 50 makalah ilmiah, yang dipublikasikan di berbagai negeri. Bukunya yang telah terbit antara lain 3.000 Juta Tahun Sejarah Bumi dan Sumber Alam untuk Kesejahteraan dan Ketahanan Nasional.
Pria yang beristrikan, Ileana Syarifah Uno, yang mempunyai dua orang anak, masing – masing Amanda Katili dan Werner Katili ini hobby dengan olah raga golf. John Ario Katili pernah menjadi anggota DPR periode 1992-1997 dan menjabat Wakil Ketua DPR/MPR RI. Guru Besar Institut Teknologi Bandung ini telah menulis sedikitnya 11 buku dan 250 karya tulis. Kepakarannya di bidang geologi sangat dihormati di dunia internasional. Beliau menjadi Ketua South East Asia Union of Geological Societies (Geosea Union) dan anggota The National Geographyc Society. Pernah menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Federasi Rusia, Kazakhstan, Turkmenistan, dan Mongolia (1999-2003).
Atas berbagai pengabdiannya, dia mendapat anugerah Bintang Mahaputra, Medali Kehormatan Commandeur de L’ Ordre National du Merite dari pemerintah Perancis. Sejumlah penghargaan juga diperoleh dari pemerintah Kerajaan Belanda, Swedia dan Rusia.
Kini namanya di kenang harum di bumi Indonesia. Prof. Dr. John Ario Katili meninggal dunia pada hari Kamis tanggal 19 Juni 2008, sekitar pukul 17.30 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Jakarta. Doktor pertama di bidang geologi dari ITB putra daerah Gorontalo ini meninggal akibat pembuluh darah di bagian kakinya pecah. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka perumahan Bintaro Sektor III, Jalan Pinguin V CH 6 Jakarta Selatan. Dimakamkan pada hari Jumat, tanggal 20 Juni 2008.
Melihat riwayat hidupnya, wajar kalau sosok yang akrab dipanggil John oleh sebayanya, atau Pak Katili oleh generasi cucu murid seperti Rektor ITB ini, punya banyak teman dari berbagai lingkungan. John Ario Katili adalah geolog dan ahli ilmu kebumian top, pendidik, birokrat, politisi, serta diplomat.
Akan tetapi, dari semua itu, ciri yang paling menonjol dari John adalah sebagai ilmuwan. Tentang hal ini, Wapres punya cerita. Saat John jadi duta besar di Moskwa, Jusuf Kalla datang sebagai Menteri Perdagangan. Ketika semobil, ia berharap John berkomentar tentang perdagangan, nyatanya dia terus berkisah tentang ilmu kebumian.
Kalau kemudian John bisa menyusuri karier di bidang yang amat ditekuninya, itu tak lepas dari keahlian khusus yang dimilikinya sebagai profesional. Keahlian khusus ini memang dia pupuk dengan tekun melalui riset dan sosialisasi sains. Misalnya, John menulis Ihtisar 3.000.000.000 Tahun Sejarah Bumi yang menjadi salah satu bacaan favorit siswa SMP pada paruh dekade 1950-an. Kalau masyarakat Indonesia mau menyusuri kembali buku- buku yang ditulis John, banyak inspirasi yang bisa digali. Misalnya tentang bagaimana sumber alam bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan ketahanan nasional seperti yang beliau tuliskan dalam karya ilmiahnya.

Biografi Prof. Dr. John Ario Katili
Nama :
John Ario Katili
Lahir :
Gorontalo, 9 Juni 1929
Meninggal :
Jakarta, 19 Juni 2008
Isteri :
Ileana Syarifa Uno
Anak :
Amanda Katilli
Werner Katilli
Pendidikan :
Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, 1953
University of Inssbruck, Austria, 1958
Program Doktoral Geologi ITB, cum laude, 1960
University of Kentucky, 1963
University of Los Angeles, 1969
Karir :
Guru Besar ITB, 1961
Deputi Ketua LIPI, 1969-1974
Dirjen Pertambangan Umum, 1973-1984
Dirjen Geologi & SDM, 1984-1989
Wakil Ketua MPR/DPR, 1992-1997
Duta Besar untuk Rusia, Kazakhstan, Turkmenistan dan Mongolia, 1999-2003
Kegiatan lain :
Ikatan Ahli Geologi Indonesia
Akademi Ilmu Pengetahuan Alam Rusia
Uni Geologi Internasional
Dewan Riset Nasional
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
Karya Tulis :
Sekitar 250, dari tahun 1951-2005
Penghargaan :
Bintang Mahaputera Adipradana, 1997
Ordre National du Merite dari pemerintah Perancis
Berbagai bintang kehormatan dari Swedia,
Perancis, Belanda dan Rusia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar